JAKARTA – Koalisi Mahasiswa Pemerhati Korupsi (Kompak) Maluku Utara (Malut) melakukan aksi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Aksi yang dilakukan untuk menuntut KPK segera mengambil alih beberapa kasus korupsi yang terjadi di Malut.
Dalam aksi itu, Kompak Malut meminta kepada KPK untuk mengambil alih kasus dugaan korupsi yang saat ini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Polda Malut, lantas selama penangnan tidak ada progresnya alias tidak membuakan hasil.
Kordinator Aksi, Ali M, dalam orasinya di depan KPK menegaskan, dalam sepanjang sejara Polda dan Kejati Malut tidak memiliki prestasi dalam penanganan kasus korupsi besar di Malut, karena beberapa kasus korupsi besar yang ditangani belum pernah berhasil. Untuk itu, KPK harus yang ambil alih barulah bisa terselesaikan. “Belum pernah Polda dan Kejati Malut meneyelasiakn kasus korupsi besar dan itu terbukti,” tegas M. Ali dalam orasinya di depan Gedung KPK, Senin (04/02/2020).
Mass aksi menegaskan tidak percaya terhadap Polda dan Kejati Malut dalam menangani kasus korupsi yang merugikan kerugian negara capai ratusan juta hingga miliar. “Sulit diselesaikan apabila kasus yang merugikan negara dengan nilai yang besar,” akui Ali M. Sembari menyebut, salah satunya yang ditangani Kejati Malut terkait kasus korupsi di Unit Pelaksana Badan Teknis (UPTB) Samsat Halmahera Timur dengan nilai kerugian Rp 755 juta, yang hingga saat ini belum juga ditetapkan tersangkahnya. Padahal kasus ini sangat jelas, karena merupakan rekomendasi APIP alias Inspektorat Malut kepada Kejati untuk diproses pidana.
Sementara itu, salah satu orator Sartono Halek dalam orasi menjelaskan, kasus yang ditangani Polda dan Kejati Malut yaitu dugaan korupsi anggaran pengadaan dua alat praktek siswa pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbut) Malut yaitu Kapal Neutiika Rp 7.8 miliar pada tahun 2019 yang dikerjakan oleh Ibrahim Ruray selaku direktur PT. Tamalanrea Karsatama, serta dugaan korupsi anggaran pengadaan satu alat praktek senilai Rp 3.9 Miliar pada tahun 2018, yang dikerjakan oleh Paul Lianchy sebagai direktur PT. Graha Gemilang Malut.
“Kedua kasus korupsi anggaran pengadaan alat praktek Dikbud Malut pada dua tahun anggaran itu mencapai puluhan miliar, yang ditangani Kejati Malut namun hingga saat ini belum ada titik terang,” tegas Sartono.
Masih Sartono juga membeberkan, kasus korupsi Bantuan Bibit Jagung dari Kementerian Pertanian RI Kepada Dinas Pertanian (Distan) Malut senilai Rp 160 Miliar di tahun 2017-2018 yang sudah diberhentikan Kejati Malut dengan alasan tidak cukup alat bukti, kasus pinjaman pemda Halbar Rp 159 miliar yang melibatkan Bupati Dany Missy juga telah di berhentikan Kejati Malut.
Lanjut, aktifis GMNI Kota Ternate itu juga, meminta KPK segera memproses kasus korupsi anggaran pembangunan proyek pekerjaan peningkatan jalan Goin-Kedi senilai Rp 51 miliar pada tahun 2019 yang melibatkan Kadis PUPR Halbar, M. Yusuf. “Kami juga minta KPK buka kembali kasus dugaan korupsi anggatan pembebasan lahan Waterboom Kelurahan Kayu Mera Ternate, senilai Rp 3.3 miliar pada tahun 2011 yang melibatkan Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman, sesuai dalam amar Putusan Mahkamah Agung RI dengan No: 147 PK/PID.SUS/2014, memerintahkan untuk mengeksekusi Burhan Abdurahman, tetapi hingga saat ini, tidak dilakukan oleh Kejati Malut,” jelas Tono sapaan akrabnya.
Dia menambahkan, agar KPK segera membidik anggaran proyek pekerjaan fisik pembangunan Embung Pulau Makian, Halmahera Selatan (Halsel) dengan pagu anggaran Rp 10.7 miliar yang dikerjakan oleh PT. Arif Taipan Subur milik Balai Wilaya Sungai (BWS) Malut. (sh/ried)
Discussion about this post