TERNATE-CM.com, Konflik yang terjadi antara Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba dengan Wakilnya, Al Yasin Ali dalam proses pelantikan pejabat eselon II, mendapat tanggapan dari Akademisi Universitas Khairun Ternate, Mokhtar Adam.
Kekacauan yang terjadi dalam pelantikan pejabat eselon II, Senin (16/3/2020), yang membuat Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba dan Wagub Al Yasin Ali, terlibat cekcok, kata Mokhtar Adam, yang menjadi sumber konflik adalah Kepala BKD Drs. Idrus Assagaf.
Menurut Mokhtar, sebagaimana yang dijelaskan wagub di media bahwa sejak pagi telah berkomunikasi, tetapi karena ada satu usulan wagub yang tidak diakomodir, seyogyanya Kepala BKD harus menyampaikan kepada wagub, apapun hasil penyampaian penting di informasikan. Namun, gaya koboi Kepala BKD yang tidak menginformasikan kepada wagub maka wagub makin merasa diremehkan oleh staf.
Hasil dari kebuntuhan dan kelalaian Kepala BKD, menghasilkan insiden yang memalukan. Ini merupakan cara-cara yang tidak baik dilakukan oleh kepala BKD dalam menjaga komunikasi kebijakan antara gubernur dan wagub. “Hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam komunikasi yang efektif, harus dikelola dengan baik oleh bawahannya, agar potensi konflik keduanya dapat diatasi. Dari komunikasi yang efektif, jika dilihat dari pemberitaan bahwa problem dasarnya ada di Kepala BKD yang tidak mengkomunikasikan secara baik, dalam proses rekrutmen penempatan dan pelantikan, akibatnya konflik memuncak pada hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah,” katanya.
Kepala BKD Idrus Asagaf kata Mokhtar, harus bertanggungjawab, bahkan jika diperlukan gubernur perlu mengnonaktifkan kepala BKD, sebagai cara memperbaiki komunikasi dengan wagub. “Pilihan menonaktifkan kepala BKD dari jabatan, adalah pilihan untuk membangun hubungan harmonis antara gubernur dan wagub agar bisa terjalin baik kembali,” katanya.
Tentu masyarakat membutuhkan gubernur dan wagub tidak berkonflik berkepanjangan di tengah ancaman wabah Corona, karena itu gubernur perlu mengambil langkah cepat untuk memperbaiki komunikasi, dengan cara mengnonaktifkan kepala BKD sebagai kompensasi kekecewaan wagub dari tidak efektifnya kepala BKD mengelola saluran informasi kebijakan antara gubernur dan wagub.
Mokhtar Adam juga menegaskan bahwa, dalam pengangkatan, penempatan dan pemberhentian kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi kewenangan kepala daerah, sehingga keputusan pelantikan atas pengangkatan kepala dinas sudah sah dan telah memenuhi peraturan perundang-undangan, tidak bisa dibatalkan dengan alasan orang titipan wakil gubernur tidak masuk dalam komposisi pejabat yang dilantik. “Oleh karena wagub hanya bersifat mengusulkan, seperti orang lain juga mengusulkan kepada gubernur, namun semua keputusan menjadi wewenang gubernur untuk menunjuk kepala OPD menduduki jabatan,” katanya. (red)
Discussion about this post