TERNATE-CM.com, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Maluku Utara, mengecam aksi premanisme anggota kepolisian terhadap massa aksi.
Demikian ditegaskan Koordinator Lapangan IMM dan KAMMI, Ali Jumran Pina dalam audiensi dengan Wakapolda Maluku Utara, Brigjen Pol. Lukas Akbar Abriari, usai melakukan aksi di depan kantor Polda Maluku Utara, Kamis (15/10/2020).
Menurut Jumran, IMM dan KAMMI mendatangi kantor Polda, untuk mengingatkan agar kepolisian jangan terlalu agresif pada saat menangani para mahasiswa yang melakukan unjuk rasa penolakan UU Ciptaker. “KAMMI dan IMM kecam tinmdakan represif aparat kepolisian saat mengawal aksi demo UU Omnibus Law,” tegasnya.
Tidak hanya itu, sebagai mahasiswa juga sangat menyesal atas tindakan penangkapan mahasiswa yang dilakukan kepolisian, sehingga ada korban kekerasan. “Kami menyesal ada mahasiswa ketika ditangkap, rambut mereka digunting sampai botak. Ini bukan tahanan korupsi atau pencurian sampai kepala mahasiswa harus di botaki,” sesalnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Umum PC IMM Kota Ternate, Zulkarnain Pina menuturkan, kepolisian jangan terlalu agresif di lapangan. “IMM tetap mengawal agar tidak ada lagi tindakan kekerasan terhadap mahasiswa,” pungkasnya. Seraya mengingatkan kepada pihak kepolisian pada saat mengawal aksi, jangan keluar dari SOP.
Sementara itu, Wakapolda Maluku Utara, Brigjen Pol. Lukas Akbar Abriari, dihadapan sejumlah massa aksi dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyh (IMM) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), di depan kantor Polda Maluku Utara, Kamis (15/10/2020) menegaskan, akan menindak tegas terhadap oknum polisi yang diketahui tidak bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam mengawal massa aksi penolakan Undang – Undang Cipa Kerja atau omnibus Law.
“Sejumlah tuntutan para unjuk rasa, kami sudah terima dan akan menindaklanjuti, sedangkan bagi oknum anggota polisi yang melakukan tindakan di luar SOP akan ditindak, dan segera perwakilan IMM dan KAMMI untuk buat lapor,” kata Wakapolda.
Wakapolda juga mengatakan, massa aksi juga harus menahan diri ketika menyampaikan pendapat di depan umum, karena diatur dalam UD. “Dalam unjuk rasa kami selalu mengevaluasi dan mengingatkan ke anggota, agar jangan melakukan tindakan di luar protap,”katanya.
Dirinya juga mengingatkan, dalam aksi para mahasiswa juga harus mengawal massa aksi, sehingga tidak terjadi tindakan di luar kewajaran. “Kalau massa begitu banyak, koordinator lapangan harus lebih dari satu orang agar bisa terkontrol,” tandasnya. (riez/cm-red)
Discussion about this post