TERNATE-CM.com, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ternate meminta Pj. Wali Kota, Hasim Daeng Barang untuk mengkaji secara matang dan mempertimbangkan kemanusia terhadap pegawai tidak tetap (PTT) yang akan dipangkas.
“Kebijakan kemanusian yang harus menjadi pertimbangan dalam memangkas PTT, apalagi saat ini menjelang bulan puasa,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Ternate, Henni Sutan Muda, di gedung DPRD Ternate, Rabu (7/4/2021).
Menurutnya, kinerja dan kompetensi PTT ada yang bagus dari PNS. “Gaji mereka tidak berdasarkan UMK. PTT lulusan SMA Rp 900 ribu/bulan dan sarjana Rp 1,1 juta/bulan,” lanjutnya.
Sudah begitu mereka punya gaji yang diperoleh setiap bulan pun terlambat, tetapi mereka masih bisa masuk kantor, tapi kalau PNS yang gajinya telat sedikit saja, mereka mulai malas–malasan masuk kantor.
“Kalau kita lihat secara kuantitas memang jumlah PTT cukup banyak, tapi gaji yang mereka peroleh sangat kecil sekali. Berbeda dengan teman-teman mereka di luar Maluku Utara, jumlah PTT sedikit tapi gajinya besar,” ujar dia.
Bila dihitung, menurut Henni, tidak beda jauh alias hampir sama antara PTT di Kota Ternate dengan kota-kota yang di luar Maluku Utara. Dia memberi contoh, PTT di Manado yang gaji cukup besar, apalagi di daerah Jawa.
“Yang jelas, PTT atau tenaga honorer itu harus dievaluasi. Evaluasi PTT atau honorer tersebut harus pertimbangkan matang dengan menggunakan pendeka- tan rasa dan kemanusian.
Hanni bersama teman-teman anggota DPRD yang tengah reses di kelurahan dan kecamatan pun ditanyakan oleh masyarakat terkait dengan pernyataan Pj. Wali Kota yang akan pangkas PTT sudah mengabdi dan bekerja tersebut.
Sebab jika alasan anggaran sehingga PTT akan dipangkas, menurut Henni, tidak boleh PTT dijadikan korban. Ini karena memang perencanaan pemerintah kota yang oleh DPRD menilai masih buruk atau amburadul.
“Jumlah PTT yang ada saat ini tidak semua rajin masuk kantor. Ada rajin dan serius bekerja, tapi ada pula yang sudah tidak masuk kantor lagi, sehingga Pj. Wali Kota harus bijak dalam mengambil langkah,” katanya.
Seharusnya, menurut Henni, pemerintah melalukan evaluasi melalui kelurahan, kecamatan dan OPD masing-masing. Karena mereka yang lebih tahu persih PTT mana yang rajin bekerja dan PTT yang malas bekerja alias tidak masuk kantor.
“Mereka (PTT- red) atau honorer yang malas-malas ini harus dievaluasi dan layak dipangkas, sehingga tidak menjadi beban anggaran. Dengan demikian, jumlah PTT atau tenaga honorer itu menjadi jelas,” pungkasnya. (dbs/sm)
Discussion about this post