MABA-CM.com, Calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Timur (Haltim) nomor urut 1, M. Farrel Adhitma – Hi. Thaib Djalaluddin (Farrel-Jadi), akan melestarikan budaya Ngaku re Rasai (Kebersamaan dan Kekeluargaan), Budi re Bahasa (Kebaikan dan Berbicara), Sopan re Hormat (Menghargai dan Menghormati) dan Mtat re Mimoi (Takut dan Malu) sebagai modal sosial untuk meningkatkan solidaritas sosial, toleransi, rasa aman penduduk dan kesejahteraan sosial di Haltim.
Menurut Hi. Thaib Djalaluddin, sejak dulu, budaya Ngaku re Rasai sangat kental di masyarakat, namun belakangan mulai luntur karena kurangnya perhatian dari pemerintah daerah. Untuk itu, dalam upaya melestarikan keberagaman antar suku dan agama di Haltim, Farrel-Jadi sudah komitmen menjadikan agama, budaya dan adat istiadat sebagai modal penting untuk memajukan Halmahera Timur.
“Kami sudah komitmen menjadikan agama, budaya dan adat istiadat sebagai landasan hidup manusia. Kita jadikan budaya ini sebagai budaya untuk mempersatukan kita, bukan saling membenci satu sama lain. Karena di logo kita Halmahera Timur itu terdapat simbol Limabot Fayfiye, yang memiliki arti mengajak kita semua untuk bersatu, mengajarkan kita toleransi beragama, saling menghargai terhadap perbedaan. Ini yang akan kami berdua lestarikan kembali di daerah kita ini,” ucap Hi. Thaib Djalaluddin saat debat kedua pilkada Haltim beberapa waktu lalu.
Hi. Thaib menambahkan, Haltim merupakan daerah yang dihuni berbagai suku dan agama, yang hidup berdampingan menjadi anak negeri Halmahera Timur. Kedepan katanya, Farrel Jadi sudah komitmen untuk menjadikan segala perbedaan sebagai benteng kokoh memperkuat persatuan dan persaudaraan, sehingga tidak ada lagi saling mencela, saling membenci, saling memfitnah dan saling mendengki sesama anak bangsa.
“Karena itu solusi kami adalah menertibkan kembali seluruh budaya dan adat istiadat di Halmahera Timur, kita identifikasi lalu kita kolaborasikan dalam satu kepentingan membangun Halmahera Timur secara bersama-sama. Kita jadikan budaya masuk dalam aspek pembangunan, kita tidak lagi membedakan satu sama lain, membedakan dia orang pendatang atau bukan dan sebagainya. Semua satu hati untuk Halmahera Timur,” tegasnya.
“Orang Maba itu punya adat Ngaku Rasai, Budi Bahasa, sopan hormat, saling menghormati satu sama lain dalam kepentingan apapun. Tidak ada istilah sapa ngana sapa kita. Berbeda pilihan itu lumrah karena ini momentum demokrasi yang harus saling menghargai satu sama lain,” tuntasnya.
Dinukil dari tulisan Wahyudin Madjid dengan judul Fagogoru Membangun Kemanusiaan yang dimuat tandaseru.com, filosofi Fagogoru memiliki nilai universal yang dapat diterapkan di setiap agama. Oleh karena itu, masyarakat harus menegakkan Ngaku re Rasai (Kebersamaan dan Kekeluargaan), Budi re Bahasa (Kebaikan dan Berbicara), Sopan re Hormat (Menghargai dan Menghormati) dan Mtat re Mimoi (Takut dan Malu).
Dalam tulisannya, Wahyudin Madjid menyebut, kekeluargaan, ikatan batin atau saudara dengan saudara yang lain menjadi perekat kebersamaan. Ikatan batin tersebut sudah ada sejak lama bagi penduduk Fagogoru yang terdiri dari Maba, Patani dan Weda. (sm-red)
Discussion about this post