TERNATE-CM.com, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Ternate menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam rangka menghadapi Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate 2024. Acara ini diadakan di Aula Muara Hotel Ternate pada Kamis (12/9/2024), dengan tujuan memperkuat koordinasi dalam penanganan pelanggaran pemilu.
Asrul Tampilang, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (PPPS) Bawaslu Kota Ternate, menyatakan bahwa Rakor ini melibatkan anggota Panwaslu Kecamatan se-Kota Ternate serta alumni Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP). Selain membangun solidaritas, kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman dalam penegakan hukum selama Pilkada Serentak guna mewujudkan pemilu yang adil.
Dalam Rakor tersebut, Panwaslu Kecamatan juga dibekali pengetahuan mengenai penanganan pelanggaran hingga penyelesaian sengketa pemilu. Tiga narasumber diundang untuk memberikan materi, di antaranya Johanes Hary Suandi (Koordinator Pidum Kejati Maluku Utara), Andy Rahman, SH., MH (Kasi Perdata dan Tata Usaha Kejari Ternate), dan Kompol Riki Arinanda (Wakapolres Ternate).
Menurut Asrul, tahapan pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ternate kini memasuki fase pencalonan dan penetapan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP). Tahapan ini dianggap rawan sehingga mitigasi diperlukan untuk menjaga integritas proses pemilihan.
Asrul juga mengungkapkan perhatian terhadap perubahan regulasi terkait pengawasan pemilihan dengan merujuk pada Perbawaslu No 10 Tahun 2017 yang diubah menjadi Perbawaslu No 14 Tahun 2019. Menurutnya, peran Panwaslu Kecamatan dalam peraturan tersebut sangat terbatas, hanya mengatur tugas Panwaslu sebagai pembantu Bawaslu kabupaten/kota. Namun, jika disinkronkan dengan tugas pokok Panwaslu berdasarkan Perbawaslu No 8 Tahun 2020, peran Panwaslu menjadi lebih luas dengan kewenangan untuk mengawasi seluruh tahapan pemilihan, terutama pada tahapan pencalonan.
Asrul menekankan pentingnya pengawasan Panwaslu dalam beberapa aspek kunci, seperti memantau pasangan calon yang melakukan kampanye dini atau curi star di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU, mencegah penggunaan bantuan sosial dengan label atau nama calon, serta kegiatan yang dilakukan oleh ASN atau pemerintah yang cenderung berpihak pada calon tertentu, dan mengutamakan langkah mitigasi terhadap potensi masalah yang dapat muncul selama tahapan pencalonan.
Koordinator Pidum Kejati Maluku Utara, Johanes Hary Suandi saat memaparkan materi menjelaskan bahwa Sentra Gakkumdu berperan penting dalam penegakan hukum yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Ia menekankan bahwa penanganan kasus pelanggaran harus efisien, efektif, dan transparan. Selain itu, laporan pelanggaran pemilu harus diselesaikan dalam waktu singkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Menurut dia, proses penanganan laporan pelanggaran pemilu dimulai dari penerimaan laporan, yang kemudian dilakukan kajian awal sesuai dengan Pasal 9 Perbawaslu No. 8 Tahun 2020. Kajian awal ini bertujuan untuk menentukan apakah laporan memenuhi syarat formil dan materil. Jika laporan tidak memenuhi syarat, Bawaslu akan menindaklanjuti dengan proses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ia juga membahas ketentuan mengenai laporan yang tidak memenuhi syarat formil atau materil sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Perbawaslu No. 8 Tahun 2020. Laporan yang tidak memenuhi syarat akan ditindaklanjuti dengan kajian lebih lanjut berdasarkan temuan dan informasi awal yang diperoleh.
Dalam tahapan pencalonan, Johanes menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap perbuatan pidana yang mungkin terjadi, merujuk pada UU No. 6 Tahun 2020. Selain itu, Rakor ini juga membahas efektivitas dan harmonisasi penanganan perkara tindak pidana pemilihan. Penguatan sinergitas antar-lembaga hukum di Sentra Gakkumdu diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memastikan pemilu yang adil, dan menjaga integritas proses pemilihan di Kota Ternate.
Sementara itu, Kasi Perdata dan Tata Usaha Kejari Ternate, Andy Rahman, membahas secara mendalam mengenai pola hubungan dan tata kerja dalam penanganan tindak pidana pemilihan. Penjelasan ini menyoroti pengawasan ketat terhadap berbagai tahapan pemilihan, termasuk pendaftaran pasangan calon, penelitian kelengkapan persyaratan, hingga penetapan pasangan calon.
Andy Rahman merujuk pada Perbawaslu No. 14 Tahun 2019, yang mengatur perubahan atas peraturan mengenai pengawasan dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Ia juga menjelaskan pentingnya kolaborasi antar-lembaga penegakan hukum, seperti yang diatur dalam Peraturan Bersama Ketua Bawaslu, Kapolri, dan Jaksa Agung No. 5 Tahun 2020, yang menyatukan tugas Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan dalam penegakan hukum pemilu.
Menurut Andy, setiap tahapan penanganan tindak pidana pemilihan, mulai dari adanya temuan atau laporan hingga eksekusi, harus dilakukan dengan kerja sama erat antara Bawaslu sebagai pengawas pemilihan, Polri sebagai penyidik, dan Kejaksaan sebagai penuntut umum. Pengawasan yang terintegrasi ini diperlukan untuk memastikan penanganan pelanggaran pemilu berjalan efektif, sesuai hukum, dan transparan.
Ia juga menegaskan bahwa dalam proses penegakan hukum, pengawas pemilu, penyidik, dan jaksa harus saling mendampingi dalam setiap tahap, sehingga dapat menjamin koordinasi yang baik dan kelancaran proses hukum. Hal ini diharapkan mampu memperkuat pengawasan serta penegakan hukum dalam Pilkada 2024, mewujudkan pemilu yang jujur dan adil di Kota Ternate.
Wakapolres Ternate, Kompol Riki Arinanda, menjelaskan peran dan kewenangan khusus yang dimiliki oleh penyidik Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dalam menangani pelanggaran pemilihan. Menurutnya, penyidik Gakkumdu dapat langsung melakukan penyelidikan setelah menerima laporan pelanggaran pemilu dari pengawas pemilu.
Dalam menjalankan tugasnya, penyidik memiliki beberapa kewenangan khusus, seperti mendampingi Bawaslu dalam klarifikasi, melakukan observasi, surveillance, tracking, pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP), dan bahkan operasi penyelidikan undercover jika diperlukan.
Kompol Riki juga menegaskan bahwa dalam proses penyelidikan, penyidik Gakkumdu dapat melakukan tindakan seperti penahanan, penyitaan, serta pengumpulan alat bukti tanpa memerlukan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Semua langkah ini dilakukan dalam kerangka waktu yang bersamaan dengan proses kajian pengawas pemilihan, yaitu dalam jangka waktu 5 hari kalender.
Kewenangan khusus ini diberikan untuk mempercepat proses penegakan hukum dan memastikan bahwa setiap pelanggaran pemilu dapat ditangani dengan cepat dan tepat, guna menjaga keadilan dalam proses pemilihan di Kota Ternate. (cm-red/hms)
Discussion about this post