Pertengahan 2003, sebuah siang yang panas, Ko (Syamsir Andili) mengajak saya ke timbunan tanah dan batu-batu besar yang masih berserakan. Saya bertanya di sini mau dibangun apa?
“Mesjid Raya. Ternate mesti punya masjid raya besar yang jadi identitas kota,” kata Ko. “Tiangnya mesti terpancang di laut dan harus besar. Ko ingin masjid ini menampung ribuan umat.”
Saya membayangkan masjid itu. Beberapa kali kami kembali ke lokasi yang sama, tujuh tahun waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan mimpi Ko. Dana senilai Rp 48 miliar murni dari APBD Kota Ternate habis untuk menyelesaikan masjid megah ini. Banyak kontroversi dan purba sangka, tetapi Ko kukuh.

Awal Agustus 2010, beberapa hari sebelum Ko mengakhiri jabatan sebagai Wali Kota Ternate, masjid ini diresmikan dan diberi nama Al Munawwar atau yang berkilau.
Mimpi itu jadi nyata. Masjid ini jadi lambang kota. Kapasitasnya bisa menampung 15 ribu jamaah. Ko dalam beberapa kesempatan selalu berbincang dengan binar bahagia saat melihat Al Munawwar penuh sesak dengan jamaah saat Ramadhan atau saat ibadah Jumat.
Siang tadi, (Jumat 24 Januari 2020) dalam kemuliaan Jumat, disesaki ribuan jamaah. Di antara takbir dan tahmid, disertai selaksa doa, Ko ada bersama yang ribuan itu dalam helaan nafas dan derai air mata.
Semua yang datang ikhlas melepasmu Ko. Di masjid ini, di masjid yang Ko bangun dengan hati dan keyakinan hanya pada Allah SWT. Hati yang menyatukan kami. Jannah tempatmu Ko.

Discussion about this post