TERNATE-SR.com, Lemahnya pengawasan yang dilakukan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, yang menyebabkan terjadinya pekerjaan proyek ditemukan bermasalah, bahkan menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Malut.
Seperti proyek pembangunan gedung instalasi rawat inap kelas I, II dan III Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasan Boesoirie senilai Rp 26 miliar yang menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Malut, Nomor: 22.A/LHP/XIX.TER/5/2019 tanggal 27 Mei 2019.
Proyek pembangunan pengendalian lahar Gunung Gamalama paket I, di Sungai Tagafo tahun 2017 – 2019 senilai Rp 145 miliar, yang dinilai amburadul dan dikeluhkan masyarakat Tagafo. Pasalnya, proyek tersebut juga dikawal oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejati Malut, mendapat sorotan dari Akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Hendra Kasim, SH. MH.
Hendra Kasim yang juga Direktur Eksekutif PANDECTA (Perkumpulan Demokrasi Konstitusional)/Advokat & Legal Konultant pada Seputar Malut, Selasa (3/12/2019) via handphone mengatakan, salah satu maksud Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015, adalah meningkatkan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di instansi pemerintahan.
Hal ini didukung dengan pencegahan korupsi oleh Kejaksaan Republik Indonesia, yang sejalan dengan pidato Presiden RI pada upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-55 tanggal 22 Juli 2015, yang pada pokoknya menekankan pentingnya peran Kejaksaan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menjaga kelancaran program pembangunan.
Dikatakan, temuan di beberapa proyek di bawah pengasawan tim TP4D Kejati Malut, dirinya menyampaikan dua hal, yakni Pertama, TP4D Kejati Malut dinilai gagal melakukan pengawasan, sehingga ada temuan dari BPK.
Kedua kata Hendra, sekalipun proyek tersebut di awasi oleh TP4D dari kejaksaan, dugaan kerugian negara berdasar audit BPK, tetap harus diproses menurut hukum yg berlaku.
Disinggung apakah TP4D Kejati Malut sengaja tidak melalukan pengawasan atau diduga ada permainan dengan kontraktor, Hendra mengatakan bisa jadi demikian, tapi perlu pendalaman untuk hal itu. “Bisa saja ada dugaan TP4D Kejati Malut dan pihak kontraktor ada permainan, tetapi semuanya perlu pendalamana lebih jauh,” katanya.
Karena hal-hal seperti ini kata Hendra, di beberapa daerah menguat wacana untuk membubarkan TP4D. “Saya dukung kalau TP4D dibubarkan saja karena tidak ada gunannya,” katanya.
Sebelumnya juga, akademisi Fakultas Hukum, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate, Hasanuddin Hidayat kepada wartawan, Ahad (01/12/2019) mengatakan, jika proyek tersebut menjadi temuan BPK-RI dipastikan ada indikasi terjadinya tindak pidana korupsi. “Ini ada indikasi keuangan negara yang disalahgunakan pada proyek pembangunan gedung tersebut. Apapun alasannya menjadi kewajiban penegak hukum untuk menyidik atau melakukan proses hukum,” katanya.
Hasanuddin yang merupakan jebolan Megister Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta itu menegaskan, penegak hukum khususnya Kejaksaan Tinggi Malut dapat menseriusi dugaan pelanggaran proyek tersebut, sebab pekerjaan proyek melibatkan TP4D untuk mengawal, mengamankan, mendukung keberhasilan jalannya pembangunan melalui upaya pencegahan serta persuasif.
“Dengan adanya Temuan BPK RI itu, secara tidak langsung nama baik Kejati Malut dipertaruhkan, karena proyek RSUD dikawal tim TP4D milik Kejati Malut. Jika tidak diproses hukum maka publik akan bertanya, dimana tugas dan fungsi TP4D,” tandasnya. Seraya menambahkan, temuan BPK-RI atas proyek tersebut menjadi rujukan awal pihak Kejati Malut untuk membongkar dugaan kejahatan tindak pidana kerupsi. “Dengan adanya temuan BPK, TP4D Kejati Malut dianggap gagal menjalankan tugasnya,” katanya. (ried)
Discussion about this post